Mempelajari tentang LMS

1.Pendahuluan

Sesuai dengan berkembangnya kebutuhan pada sestem e-learning yang terintegrasi dan reliable, saat ini banyak aplikasi LMS (komersial maupun opensource) yang dikembangkan untuk mendukung sistem pengajaran. Umumnya setiap aplikasi tersebut dikembangkan secara berbeda sehingga sangat sulit untuk mengintegrasikannya agar dapat saling melengkapi satu sama lain. Dilain pihak, masing-masing aplikasi LMS tersebut berpotensi untuk dapat saling melengkapi. Oleh karena itu, diperlukan standarisasi sebagai panduan dalam proses pengembangannya agar interoperabilitas pada aplikasi LMS dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Grid Computing adalah sarana untuk memanfaatkan sumber daya yang terdistribusi menyelesaikan masalah komputasi yang kompleks dan membutuhkan sumber daya komputasi yang kompleks. Grid computing memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat membantu proses belajar terutama untuk aplikasi-aplikasi yang membutuhkan daya komputasi yang sangat besar. Aplikasiaplikasi yang dapat memanfaatkan infrastruktur grid seperti ini sangat beragam. Sebagai contoh, misalnya untuk melakukan simulasi terhadap masalahmasalah kompleks, penyediaan database yang besar untuk sains, atau bahkan untuk melakukan proses rendering gambar 3D, dsb.
Pemanfaatan grid untuk hal-hal seperti ini memiliki pengaruh yang sangat besar pada metoda pengajaran bahkan mungkin akan jauh melampaui keadaaannya saat ini. Pada komunitas grid sendiri, pemanfaatan grid dibidang pendidikan, mulai menjadi topik yang hangat dibicarakan. Sebagai contoh, di Eropa, implementasi grid untuk lingkungan pendidikan mulai diteliti oleh Learning Grid of Excellent Working Group (LeGEWG) dan Learning GRID SIG [1]. LeGEWG adalah lembaga riset yang didirikan oleh European commission untuk memfasilitasi pengembangan infrastruktur grid dibidang pendidikan. Sementara Learning GRID SIG lebih berfokus kepada penelitian implementasi grid untuk lingkungan belajar masa depan. Paper ini selanjutnya akan membahas pengembangan aplikasi LMS dan grid computing untuk lingkungan belajar online dengan memanfaatkan Modular Object Oriented Learning Environment (MOODLE), Access Grid, dan Alchemi.Selain itu disajikan pula hasil yang diperoleh dari proses evaluasi terhadap seluruh sistem yang tersebut.
2. Standarisasi E-Learning

Arsitektur web service dianggap cukup baik untuk e-learning meskipun terdapat beberapa kekurangan dalam hal skalabilitas, availabilitas, dan keterbatasan resource. Terlepas dari permasalahan tersebut, kemampuannya dalam hal menangani pertukaran informasi dengan cepat, sangat layak untuk diperhitungkan. Oleh karena itu, arsitektur web service ini mungkin saja dapat menjadi cara yang sangat ampuh sebagai media penyampaian informasi. Untuk mempercepat pengembangan aplikasi-aplikasi e-learning ini, pada November 1997, pemerintah Amerika Serikat melalui Department of Defense (DoD) dan White House Office of Science and Technology Policy (OSTP) telah membentuk suatu badan khusus yang diberi nama Advance Distributed Learning (ADL) [2,3]. ADL ini dibentuk dari sekumpulan individu ataupun institusi yang secara kolaboratif bekerja bersama-sama dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk dapat memodernisasi struktur belajar yang ada saat ini. Hasil kolaborasi yang membentuk ADL ini secara bersama-sama mengembangkan standar, tools dan learning content untuk lingkungan belajar masa depan. Sharable Content Object Reference Model (SCORM) adalah standar e-learning yang dikeluarkan ADL dalam upayanya untuk mulai menyeragamkan pengembangan sistem e-learning berbasiskan teknologi web yang disebut Learning Management Systems (LMS) [2,3]. SCORM menggunakan pendekatan object oriented dan memandang setiap learning object atau content object sebagai sekumpulan objek yang dapat disatukan untuk membangun suatu sistem yang lebih besar. Setiap content object yang didefinisikan oleh SCORM akan bersifat sharable dan dapat ditambahkan dengan mudah kepada setiap komponen pelajaran (course) yang membutuhkannya sehingga LMS tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan. SCORM juga memungkinkan integrasi antar LMS yang berbeda karena setiap sistem yang dibuat dengan mengikuti standar SCORM akan selalu compatible satu sama lain. Disamping itu, SCORM memungkinkan pengembangan LMS dapat
dilakukan dengan mudah tanpa perlu memperhatikan sistem secara keseluruhan. Dengan demikian, SCORM memungkinkan skalabilitas pada pengembangan LMS. Sampai saat ini terdapat tiga versi SCORM yang telah dibuat oleh ADL. Masing-masing versi tersebut akan terus berkembang dan mengalami perubahan. Ketiga versi SCORM tersebut SCORM 1.1, SCORM 1.2, dan SCORM 2004 yang juga dapat dianggap SCORM versi 1.3.[3] Ketiga versi SCORM tersebut walaupun agak berbeda namun tetap disusun berdasarkan konsep yang sama yaitu tetap memenuhi syarat Accessibility, Adaptability, Affordability, Durability, Interoperability, danReusability [2,3].

3. Infrastruktur Grid Computing

Visi grid pada awalnya adalah menyediakan infrastruktur untuk penggunaan dari high performance networking, komputasi, dan software yang sinergis sehingga akses terhadap berbagai resource dapat dilakukan tanpa mengenal batas [4]. Akan tetapi, definisi ini kemudian
menjadi tidak sesuai lagi, karena saat ini grid bahkan telah berkembang jauh melebihi visi tersebut. Pengembangan grid computing saat ini lebih dititikberatkan kepada manajemen infrastruktur yang dishare di dalam lingkungan grid. Didalam komunitas (virtual organization) ini, setiap orang harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan berkaitan dengan penggunaan resource yang di-share. Desain arsitektur grid computing sebenarnya mengadopsi konsep service oriented yang kemudian diwujudkan melalui Open Grid Services Architecture (OGSA). OGSA adalah suatu rancangan  untuk arsitektur grid yang berfungsi memberikan standar pada grid computing. Untuk mendukung implementasi yang telah ditetapkan pada OGSA, maka dibentuklah Open Grid Services Infrastructure Working Group (OGSI-WG). Tim ini mengeluarkan versi pertama spesifikasi OGSI (spesifikasi OGSI v1.0) pada 27 Juni 2003. Paradigma yang dipergunakan dalam konsep OGSI pada grid computing kemudian berubah dengan munculnya Web Service Resource Framework (WSRF) pada Januari 2004 [5]. Meskipun demikian, beberapa hal didalam OGSI masih dapat dipergunakan oleh WSRF. Melalui WSRF ini, komunitas web service harus menyediakan dukungan yang kuat terhadap pembentukan infrastruktur grid.

4. Desain dan Implementasi

Proses implementasi dilakukan dengan mengintegrasikan MOODLE dengan Access Grid dan Alchemi. Gambar 1 menunjukkan hasil implementasi situs elearning pada Access Grid yang telah dilakukan. MOODLE dipilih untuk proses implementasi e-learning karena aplikasi ini memiliki dokumentasi yang baik sehingga memudahkan pengembangannya lebih lanjut. Disamping itu, fasilitas pendukung pada MOODLE tergolong sangat lengkap untuk membangun sebuah portal elearning.


Gambar 1. Implementasi e-learning dengan memanfaatkan Access Grid
Gambar 2. Flowchart modul literature

Penambahan fasilitas literature pada MOODLE saat melakukan implementasi dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi fasilitas-fasilitas yang telah tersedia pada MOODLE. Proses pengembangannya dilakukan dengan menggunakan algoritma seperti pada Gambar 2. Fungsi fasilitas ini pada dasarnya adalah memberikan informasi mengenai literature yang dapat digunakan untuk membantu proses belajar. Proses perhitungan nilai yang diambil dari MOODLE dilakukan dengan menggunakan sistem Alchemi. Konfigurasi sistem Alchemi ini dapat dilihat pada Gambar 3. Algoritma dari proses komputasi dengan Alchemi ini dapat dilihat pada Gambar 4. Implementasi Alchemi dapat dilakukan melalui .NET Common Language Runtime (.NET CLR) [6,7]. Bahasa pemrograman yang digunakan untuk membangun sistem Alchemi adalah C#.

Artikel lebih lengkap :  http://staff.ui.ac.id/internal/132127785/publikasi/ictelbaru05.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar