Do We Need Doctors Or Algorithms?

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ (Assalammu Alaikum)

ابِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيمَ
Menanggapi artikel yang tercantum di http://techcrunch.com/2012/01/10/doctors-or-algorithms/ . Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia tanpa harus membedakan status sosialnya. Jika seseorang sakit tentunya mereka tidak dapat berkatifitas dengan baik. Dan hal itu akan berdampak tidak baik pada seluruh keluaganya. Sehingga, ketika manusia menderita suatu penyakit maka mereka akan berusaha untuk mengobati penyakitnya tersebut dengan cara mendatangkan dokter kerumahnya atau mendatangi dokter ketempat prakteknya untuk didiagnosa tentang penyakit yang dideritanya. Dari permasalahan tentang kebutuhan seorang pasien terhadapa dokter maka Vinod Khosla seorang pendiri perusahaan kapitalis dan kepala pendiri perusahaan Sun Microsystem berpendapat bahwa tingkat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter sekitar 80%, dan dia beranggapan akan lebih baik jika menerima pelayanan tersebut dari computer dengan algoritma yang canggih. Khosla menamakan systemnya tersebut dengan nama “Dokter Algoritma” yang disingkat “Dr. A”.

Hal ini tentunya menimbulkan perdebatan yang sangat krusial. Komunitas tenaga medis menanggapi dengan argument bahwa kesehatan bukanlah tentang teknologi akan tetapi tentang pertemuan antara teknologi dan kesehatan, ilmu pengetahuan dan emosi manusia, bersama dengan sentuhan terapeutik dan mendengarkan penjelasan dokter. David Liu, M.D., memberikan bantahan yang sama tentang hal tersebut dalam blog kesehatan (healthcare blog). Sebagai blog kesehatan yang khusus menganalisis tentang kesehatan, yang sangat berkembang pada tahun 2014 mengatakan untuk mengakhiri perdebatan ini.

Sesungguhnya ada beberapa ide besar yang tertanam didalamnya. Sebagai data ilmuwan dan data besar teknologi perlu mempertimbangkan dengan serius. Dia lebih lanjut mengungkapkan bahwa jika Khosla tepat dengan apa yang diprediksikannya, bahwa analisis data klinis dapat mengantarkan ke era baru dalam dunia keperawatan di Amerika Serikat maka ini merupakan perubahan yang sangat besar yang dapat mengubah dunia kesehatan. Dalam hal ini David Liu berpendapat bahwa Khosla sebenarnya memprediksikan bahwa kesehatan di masa yang akan datang pada dasarnya merupakan pertandingan data, dimana data tersebut merupakan sumber diagnosa untuk mendapatkan obat. Secara teori semakin banyak data yang dimiliki maka semakin tepat hasil diagnosanya, dan keberhasilan dalam pengobatan semakin meningkat.

Apakah mesin benar-benar dapat menggantikan dokter ?. National Ambulatory Care Survey pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa dari 1 miliar kunjungan ke dokter rata-rata jumlah kunjungan per orang adalah sekitar empat pertahun. Alasan paling utama kunjungan adalah gejala batuk dan kondisi yang paling sering didiagnosis adalah hipertensi. Algoritma untuk mendiagnosa penyakit hipertensi itu sendiri sudah ada akan tetapi sulit dikembangkan disebabkan oleh legalitas hukum dan hambatan regulasi. Dan perangkat lunak pendukung keputusan itu sendiri, membutuhkan konfirmasi dari dokter. Mesin juga tidak memiliki akses ke data besar dalam kesehatan yang diperlukan untuk menghasilkan presisi yang diinginkan dalam diagnosis. Seperti data genom masih jarang dan sebagian besar data klinis masih belum didigitalkan. Selanjutnya hal-hal rumit muncul, ketika data elektronik tersedia, tidak ada likuiditas data dalam interoperabilitas dan di antara organisasi kesehatan mempersulit dalam mendapatkan riwayat kesehatan pasien secara menyeluruh.

Jadi mengembangkan algoritma dan teknologi untuk tujuan menggantikan dokter adalah permulaan yang salah. Karena saat ini teknologi tersebut belum cukup maju untuk digunakan sebagai pengganti dokter, dan teknologi ini masih berperan sebagai alat bantu kedokteran. Saya mengakui bahwa masa depan kedokteran tidak diragukan lagi akan merangkul peran yang lebih besar dari data dan analisis. Hambatan yang dihadapi Dr A akan menurun. Model bisnis akan muncul. Privasi akan ditangani melalui undang-undang. Perawatan akan dilaksanakan secara real time. Tapi manusia adalah makhluk sosial tentunya manusia ingin mendengar dari manusia lain tidak peduli situasi apa saat ini. Seorang pasien yang sakit ingin kembali ke rumah dengan jaminan dari manusia bukan dari mesin.

Berbekal data dan algoritma, dokter di masa depan akan dapat menangani pasien jauh lebih efektif dan efisien, menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang-orang yang mereka butuhkan untuk dilihat, dan menjadi pendengar, penyembuh dan kolaborator yang diharapkan pasien. Ini adalah bagaimana Dr. A akan membantu untuk menambah, bukan menggantikan, kemampuan manusia untuk mengurus penuaan populasi yang akan terus hidup lebih lama.


Ref :
http://in-training.org/doctor-versus-algorithm-which-would-you-trust-4298 (diakses tgl 6/1/2016)
http://www.analytics-magazine.org/march-april-2014/992-algorithm-is-the-new-doctor-and-data-is-the-new-drug (diakses tgl 7/1/2016)



Buat sobat bloger yang sudah berkenan membaca blog ini saya ucapkan terima kasih banyak.